I.
PENDAHULUAN
Saat ini pendidikan
nilai perlu dan penting untuk diimplementasikan kepada peserta didik untuk
mengimbangi pembelajaran yang selama ini lebih berat ke arah penguasaan
kompetensi intelektual (kognitif).
Pendidikan nilai adalah upaya untuk membina, membiasakan, mengembangkan dan membentuk
sikap serta memperteguh watak untuk menjadi manusia yang berkarakter. Nilai
adalah potensi yang dimiliki seorang manusia yang diperoleh dari pembinaan,
pembiasaan, dan berkembangan membentuk sikap serta memperteguh jiwa raga
menjadi suatu karakter. (D. Yahya Khan, 2010: 4)
Ilmu adalah power,
ungkap Francis Bacon; tetapi ilmu tanpa karakter adalah menyestkan. Maslow
Agudo: 1999, pendidikan nilai mengahasilkan manusia yang mampu mengekspresikan
diri seperti (1) penerimaan diri, orang lain, dan kenyataan kodart; (2) spontan
dan jujur dalam pemikiran, perasaan dan perbuatan; (3) membutuhkan dan
menghargai privasi diri; (4) pandangan realitas mantap; (5) kemampuan
menghadapi masalah di luar dirinya; (6) pribadi mandiri; (7) menghargai diri
sendiri; (8) menjalin hubungan pribadi dengan Transenden; (9) persahabatan
dekat dengan beberapa sahabat atau orang-orang tercinta; (10) perasaan tajam,
peka akan nilai-nilai rasa moral susila, teguh dan kuat; (11) humor tanpa
menyakitkan; (12) kreativitas, bisa menemukan diri sendiri, tidak selalu
ikut-ikutan; (13) mampu meolak pengaruh yang mau menguasi/memaksa diri; (14)
dan dapat menemukan identitasnya.
Objek materiil
pendidikan nilai adalah manusia seutuhnya yang bersifat humanisme artinya
kegiatan pendidikan diarahkan untuk mengembangkan segala potensi yang ada pada
diri manusia, dan kegiatan pendidikan juga berdaya untuk mengembangkan
kemampuan membelajarkan diri sendiri (Independence
Learning).
Pendidikan nilai
bermanfaat sebagai ilmu otonom untuk memberikan dasar yang sebaik-baiknya bagi
pendidikan sebagai proses pemberdayaan harmoni manusia secara beradap. Secara
jujur harus diakui bahwa pendidikan nilai sedang mulai tumbuh dan berkembang
mengikuti perkembangan ilmu alam dan sosial lainnya.
Sebagaimana manusia
berusaha mencari pengetahuan yang benar dapat diperoleh melalui pengetahuan
wahyu (revealed knowlegdge) dan
pengetahuan rasional (rational knowlegdge),
pendidikan karakter dapat dibedakan menjadi pendidikan karakter berbasis nilai
religius (pendidikan agama), pendidikan karakter berbasis budaya, pendidikan
karakter berbasis lingkungan dan pendidikan karakter berbasis potensi diri. (D.
Yahya Khan, 2010: 2)
Pembahasan pada makalah
ini adalah pendidikan karakter berbasis nilai religius. Hal ini tidak berarti
bahwa pendidikan karakter berbasis nilai religius lebih baik daripada
pendidikan karakter berbasis budaya, pendidikan karakter berbasis lingkungan
dan pendidikan karakter berbasis potensi diri. Keempat-empatnya justru saling
melengkapi. Manusia hidup dalam kurun waktu yang panjang. Jika ia terbenam
dalam dunia fisik maka akan hampa dalam makna dalam hidup yang penuh arti.
Pemilihan pendidikan karakter berbasis nilai religius pada makalah ini, hanya
semata-mata sistem
penanaman nilai-nilai perilaku (karakter) pada manusia yang meliputi pengetahuan, kesadaran atau
kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai, baik terhadap Tuhan Yang
Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga
menjadi manusia yang beradap dan beretika.
Dengan memahami ilmu
kimia salah satunya adalah Hukum Perbandingan Tetap diharapakan peserta didik
mampu mengejawantatkan filosofi hukum tersebut dalam kehidupan sehari-hari
sehingga peserta didik menjadi pribadi yang berkarakter.
.
II.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pendidikan
Karakter
Sejak zaman Yunani
pendidikan karakter sudah diterapkan meskipun masih dalam tataran yang
sederhana, hal ini dapat dilihat dalam karya-karya Humeros. Karya-karyanya
tentang ajaran dan sejarah Yunani merupakan uraian tentang visi pendidikan
karakter. Karyanya berupa puisi-puisi dalam “Illiad” dan “Odisea”. Homeros
menempatkan sejarah sebagai kisah para pahlawan. Pahlawan yang dimaksud adalah
orang-orang yang memiliki watak baik. Dalam karya epiknya “Illiad”, Homeros
memilih sosok yang bisa dijadikan simbol kepahlawanan adalah Achilles, sosok
pahlawan yang menang dalam pertempuran. Bukan hanya kekuatan fisiknya saja
melainkan karena reputasi moralnya yang layak menjadi patokan karakter bagi
generasi masyarakat. (Fatchul Mu’in, 2011:300)
Pada
era modern, pendidikan karakter lebih khusus ditekankan pada dunia pendidikan.
John Dewey mengatakan bahwa dalam dunia pendidikan, pembentukan watak merupakan
tujuan umum pengajaran dan pendidikan budi pekerti di sekolah. (Fatchul Mu’in,
2011:297)
Berkaitan
dengan uraian di atas pendidikan karakter merupakan hal penting dalam dunia
pendidikan untuk membentuk karakter seseorang menjadi berbudi pekerti baik.
Adapun pengertian pendidikan karakter didasarkan dari pengetian pendidikan dan
karakter. Pengertian pendidikan adalah sebuah proses yang membantu menumbuhkan,
mengembangkan, mendewasakan, menata dan mengarahkan. Sedangkan pengertian
karakter adalah sikap pribadi yang stabil hasil proses konsolidasi secara
progresif dan dinamis, integrasi pernyataan dan tindakan. (D. Yahya Khan, 2010:
1).
Pendidikan karakter adalah suatu sistem
penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen
pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan
nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri,
sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan sempurna.
Pendidikan
karakter dapat
diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi
pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata
pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks
kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak
hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan
pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat. Pendidikan karakter seharusnya membawa peserta didik ke
pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, dan
akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata.
B.
Jenis-jenis
Pendidikan Karakter
Ada empat jenis
pendidikan karakter yang selama ini dikenal dan dilaksanakan dalam proses
pendidikan yaitu sebagai berikut:
1) Pendidikan karakter
berbasis nilai religius, yang merupakan kebenaran wahyu Tuhan (konservasi moral)
2) Pendidikan karakter
berbasis nilai budaya, antara lain yang berupa budi pekerti, pancasila,
apresiasi sastra, keteladanan tokoh-tokoh sejarah dan para pemimpin bangsa
(konservasi budaya)
3) Pendidikan karakter
berbasis lingkungan (konservasi lingkungan)
4) Pendidikan karakter
berbasis potensi diri, yaitu sikap pribadi, hasil proses kesadaran pemberdayaan
potensi diri yang diarahkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan (konservasi
humanis). (D. Yahya Khan, 2010:2)
C.
Belajar Pendidikan Karakter
dari Hukum Perbandingan
Tetap
Kimia sebagai
salah satu cabang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan disiplin ilmu yang mempelajari tentang susunan, struktur, sifat, perubahan
serta energi yang menyertai perubahan suatu materi dari skala atom hingga molekul serta perubahan atau transformasi serta
interaksi mereka untuk membentuk materi yang ditemukan sehari-hari. Sebagai seorang guru
kimia, kita dapat mengajak anak didik kita untuk memahami makna pendidikan
karakter dan mengapa hal itu penting. Ada suatu kisah menarik yang bisa kita
sampaikan kepada mereka tentang hubungan pendidikan karakter dengan hukum kimia.
Salah satu topik penting dalam bahasan
dasar ilmu kimia adalah Hukum Perbandingan Tetap yang dikemukakan oleh Joseph Louis Proust (1754-1826). Proust mengemukakan
bahwa perbandingan unsur-unsur yang membentuk senyawa selalu tetap. Kita telah mengenal berbagai senyawa yang dibentuk oleh dua unsur
atau lebih sebagai contoh adalah air (H2O). Air dibentuk oleh dua
unsur yaitu unsur Hidrogen dan Oksigen. Materi mempunyai massa, termasuk juga
hidrogen dan oksigen. Molekul air yang memiliki rumus kimia H2O,
selalu memiliki perbandingan massa atom H : O sebesar 1 : 8. Sampai kapanpun
perbandingan tersebut tidak akan berubah.
Hal tersebut
dibuktikan oleh Proust dengan mencoba menggabungkan hidrogen dan oksigen untuk
membentuk air. Dalam percobaan itu Proust mendapati
setiap 1 gram gas hidrogen bereaksi dengan 8 gram oksigen, menghasilkan 9 gram
air. Hal ini membuktikan bahwa massa hidrogen dan massa oksigen yang terkandung
dalam air memiliki perbandingan yang tetap yaitu 1 : 8, berapapun banyaknya air
yang terbentuk. Dari percobaan yang dilakukannya, Proust mengemukakan teorinya
yang terkenal dengan sebutan, Hukum Perbandingan Tetap, yang berbunyi:
"Perbandingan massa unsur-unsur
penyusun suatu senyawa selalu tetap"
|
Konsekuensi yang sangat mendasar adalah senyawaan kimia yang ada di alam
ini akan selalu tetap dan tidak akan berubah. Atas dasar inilah, kita dapat
mengenal wajah kita dan barang-barang milik kita dari hari ke hari. Kita dapat
mengenal wajah orang-orang yang kita cintai. Kita juga dapat menggunakan
pakaian seragam, sepatu, buku, handphone, maupun sepeda motor. Berlakunya hukum
perbandingan tetap dari Proust memungkinkan makanan yang kita konsumsi, air
yang kita minum, dan gas oksigen yang kita hirup tidak mengalami perubahan
sifat fisik maupun kimianya. Bayangkan saja apa yang akan terjadi jika zat-zat
tersebut mengalami perubahan sifat ketika berinteraksi dengan tubuh manusia
atau benda lain di bumi, tentu akan terjadi kehancuran yang berujung pada
musnahnya kehidupan. Bayangkan pula betapa binggungnya manusia menjalani
kehidupan yang kacau balau tersebut.
Hukum Perbandingan Tetap tidak terjadi secara kebetulan. Fakta
tentang hukum perbandingan tetap menolak adanya teori kebetulan. Sesuatu yang
kebetulan selalu memiliki cacat, tidak pernah sempurna, dan selalu menuju pada ketidakteraturan.
Hukum Perbandingan Tetap merupakan hukum yang berlaku sangat sempurna,
teratur, dan konsisten. Kesempurnaan, keteraturan, dan kekonsistenan tersebut hanya
dapat terjadi jika ada si perancang. Perancang tersebut tidak lain adalah Tuhan
Sang Pencipta. Manusia sebagai makhluk
ciptaan-Nya sudah sepatutnya mengakui bahwa segala sesuatu di alam semesta ini
adalah hasil karya Tuhan Yang Maha Pencipta, pemilik segala kesempurnaan yang
dianugerahkan kepada manusia sebagai pelaku utama kehidupan di alam semesta.
Kita patut bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Pencipta yang telah mengaruniakan
itu semua sehingga hidup kita menjadi lebih baik. Rasa kagum dan syukur itu,
kita wujudkan menjadi cinta hakiki, yakni cinta kepada Tuhan. Rasa cinta
mendorong kita senang bersama-Nya melalui ibadah, melaksanakan segala yang
dikehendaki-Nya dan menjauhi diri dari segala larang-Nya. Hal tersebut dapat
memberi gambaran tentang makna pendidikan karakter dalam konteks totalitas proses psikologis olah hati (spiritual and emotional development) yang dapat kita terapkan dalam hidup kita.
Di samping itu, pengetahuan tentang hukum-hukum kimia akan menumbuhkan
pengertian dalam diri peserta didik mengenai keberadaan Tuhan yang menciptakan
segala sesuatu tidak secara serampangan melainkan menganut hukum-hukum yang
dikenal sebagai hukum alam. Hukum alam tersebut menjadikan alam semesta
memiliki keteraturan.
Pelajaran yang dapat dipetik dari penemuan Proust tentang hukum
perbandingan tetap adalah rasa keingintahuan, semangat, kedisiplinan, dan
ketekunan yang tinggi. Penemuan tersebut bukan tanpa kendala akan tetapi berkat
semangat, kedisiplinan, dan ketekunan Proust untuk selalu
mencoba-salah-mencoba-salah demikian seterusnya hingga menemukan hukum
tersebut.
Berkaitan dengan pendidikan karakter, menumbuhkan rasa ingin tahu,
semangat, disiplin dan ketekunan peserta didik merupakan hal yang mutlak
dilakukan ketika mengajar di kelas. Hasil yang diharapkan peserta didik
memiliki modal dasar untuk selalu belajar dari kasalahan dan menemukan sesuatu
yang baru.
Sebagaimana Proust, pencetus hukum perbandingan tetap, kita juga
tentunya memiliki potensi untuk berkembang sejajar bahkan melampaui prestasi
yang pernah dia raih. Ini adalah upaya dalam proses pencerahan (enlightment) dan penyadaran (conscientization), betapa pentingnya
pendidikan untuk membuka wawasan dengan pengetahuan, dari yang tidak tahu
menjadi tahu, dari yang tidak sadar menjadi sadar, akan potensi dirinya dan
lingkungannya. Hal tersebut tentunya juga
memberikan motivasi dan inspirasi kepada semua orang untuk terus
mengembangkan dirinya menjadi manusia yang berkarakter.
Penjelasan di atas berhubungan dengan character building dalam makna
individual. Jika pembangunan karakter dikaitkan dengan pembangunan karakter
masyarakat kita, maka masyarakat adalah kumpulan manusia individual. Karakter
masyarakat dicerminkan oleh karakter manusia-manusia yang ada dalam masyarakat tersebut.
Masyarakat tersebut tentu dapat kita analogikan dengan senyawa dalam kimia. Eksistensi
senyawa yang menjadi fokus pembahasan dalam Hukum Perbandingan Tetap dari
Proust mendidik kita tentang pentingnya kebersamaan dengan orang lain.
Unsur-unsur yang membangun senyawa dapat bersenyawa. Hal itu dikarenakan adanya
kebaikan bersama yang saling menguntungkan sehingga terbentuklah senyawa.
Sebagaimana atom dapat bergabung dengan atom lainnya, manusia juga dapat
menjalin hubungan dengan sesamanya untuk saling memberi manfaat. Hukum
perbandingan tetap yang berlaku tanpa batas pada unsur-unsur pembentukan
senyawa mendidik kita pentingnya komitmen yang tinggi untuk membangun dan
memelihara hubungan dengan sesama dalam kehidupan bermasyarakat. Komitmen yang
tinggi terbangun melalui saling menghormati, saling bekerja sama dan empati antar
sesama untuk mewujudkan tujuan kolektif. Berlakunya hukum perbandingan tetap
pada sistem kimia menunjukkan bahwa atom-atom dalam sistem kimia memiliki
ketaatan azas. Hal ini mendidik kita juga untuk taat terhadap peraturan, nilai
dan norma sebagai bingkai dalam hidup bermasyarakat.
Hal yang dapat dipetik dari kisah tentang hukum perbandingan tetap di
atas adalah adanya upaya yang keras dan sengaja untuk membangun karakter peserta
didik. Pertama, anak-anak dalam kehidupan kita memiliki latar belakang yang
berbeda-beda, memiliki potensi yang berbeda-beda pula yang mungkin dibentuk
oleh pengalaman dari keluarga maupun kecenderungan kecerdasan yang didapatkan
dari mana saja sehingga kita harus menerima fakta bahwa pembentukan karakter
itu adalah proses membangun dari bahan mentah menjadi cetakan yang sesuai
dengan bakatnya masing-masing.
Kedua, kita harus menerima fakta bahwa pembangunan karakter itu adalah
sebuah proses sehingga tak masalah kemampuan anak-anak itu berbeda, karena
mereka memanglah bahan yang akan kita bentuk.
Harus disadari bahwa pada dasarnya tidak ada anak yang bodoh atau
terbelakang. Itu semua adalah hasil dari kehidupan dan pembangunan karakter
memiliki cita-cita yang kuat untuk membentuk kehidupan melalui pembangunan
manusia-manusia yang diarahkan pada karakter kuat untuk menghadapi
kehidupannya. Dalam hal ini, pembangunan karakter menjadi penting karena
situasi kehidupan tertentu dan konteks keadaan tertentu membutuhkan karakter
yang sesuai untuk menjawab keadaan tersebut.
III.
PENUTUP
Kesimpulan :
1.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter
kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau
kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap
Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan
sehingga menjadi manusia insan sempurna.
2.
Hukum perbandingan tetap merupakan hukum yang berlaku
sangat sempurna, teratur, dan konsisten yang telah dirancang oleh Tuhan Yang
Maha Pencipta. Manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya sudah sepatutnya mengakui dan
mewujudkannya menjadi cinta hakiki melalui ibadah kepada-Nya. Hal tersebut
memberi gambaran tentang makna pendidikan karakter dalam konteks totalitas proses psikologis olah hati (spiritual and emotional development).
DAFTAR PUSTAKA
Khan, D. Yahya. 2010. Pendidikan Karakter Berbasis Potensi Diri. Pelangi Publishing:
Yogjakarta
Mu’in, Fathul. 2011. Pendidikan Karakter Konstruksi Teoritik dan Praktik. Ar-Ruzz:
Yogjakarta
nice banget kak makasih udah share yah
BalasHapusaxis customer care