BAB I
PENDAHULUAN
A.
SEJARAH SABUN
Awal Sejarah Sabun
Asal dari kebersihan
pribadi kembali ke zaman prasejarah. Sejak air menjadi bagian yang penting
untuk kehidupan, orang pertama yang hidup di dekat air dan tahu sesuatu apa itu properti kebersihan dan sedikitnya bagaimana cara membilas lumpur dari tangan mereka. Benda mirip sabun ditemukan dalam bentuk tabung saat
penggalian di Babilonia Kuno adalah fakta tentang adanya pembuatan sabun yang diketahui terjadi pada tahun 2800 SM. Persembahan di tabung mengatakan bahwa lemak direbus
dengan abu, yang mana merupakan metoda pembuatan sabun, tetapi bukan mengenai kegunaan sabun itu.
Beberapa catatan memperlihatkan bahwa orang Mesir Kuno mandi dengan cara biasa. Berdasarkan dokumen kesehatan sekitar tahun 1500
SM, Papirus Eber mendeskripsikan kombinasi minyak hewani dan nabati dengan garam alkali
untuk membuat bahan sejenis sabun untuk menyembuhkan penyakit kulit juga untuk
membersihkan.
Di waktu yang sama,
Musa memberi orang Israel peraturan perintah kebersihan pribadi. Dia juga menghubungkan
kebersihan dengan kesehatan dan penyucian agama.
Laporan Injil menyatakan bahwa orang Israel tahu bahwa
campuran abu dan produk minyak adalah jenis dari gel rambut.
Orang Yunani Kuno
mandi untuk alasan estetik dan rupanya tidak menggunakan sabun. Justru mereka membersihkan tubuh mereka dengan batangan lilin, pasir, batu apung dan abu juga membaluri tubuh dengan minyak, menggosok tubuh dengan peralatan metal yang disebut strigil, selain itu mereka juga menggunakan minyak dan abu.
Nama sabun
didapatkan diantara legenda Romawi Kuno dari Gunung Sapo dimana binatang dikorbankan. Hujan membuat terbentuknya
campuran lemak dari hewan mencair atau lemak dan abu kayu
dibawah menjadi lilin di sepanjang Sungai Tiber. Para wanita menemukan bahwa
campuran tersebut membantu mereka dalam membersihkan sesuatu.
Ketika peradaban
Romawi maju kegiatan mandi mulai dikenal. Tempat mandi perama orang Romawi terkenal dengan terdapatnya saluran air, yang dibangun sekitar tahun 312 SM. Mandi dianggap sangat mewah, dan
mandi menjadi populer. Di abad-ke 2 Masehi, dokter Yunani Galen menganjurkan
sabun untuk pengobatan dan sebagai pembersih.
Setelah musim gugur
di Roma tahun 467 masehi dan kebiasaan mandi mulai menurun, mandi lebih banyak di lakukan oleh orang Eropa karena pengaruh yang kuat dari kesehatan publik. Menurunnya kebersihan pribadi berhubungan
dengan kondisi kehidupan yang tanpa sanitasi sehingga memperbesar wabah di abad pertengahan, khususnya kematian hitam di abad ke-14. Pada abad ke-17 kebersihan dan mandi kembali menjadi kebiasaan di banyak tempat di Eropa. Pada abad
pertengahan mandi sehari-hari merupakan adat yang biasa di Jepang, disamping itu di Islandia, kolam dengan air dari mata air panas adalah tempat berkumpul
yang populer di sabtu sore.
Pertengahan Abad Sejarah Pembuatan Sabun
Tidak dapat
dipungkiri, pada abad ke 17 pembuatan sabun merupakan keahlian di Eropa. Serikat pekerja pembuat sabun terlindungi dan perdagangan rahasia mereka ditutup. Lemak nabati dan hewani digunakan bersama arang tanaman, dan pewangi. Secara berangsur-angsur jenis sabun yang tersedia menjadi lebih banyak, diantaranya untuk mencukur, mencuci rambut, juga mandi dan mencuci.
Italia, Spanyol dan
Perancis adalah pusat manufaktur pertama sabun, dan seharusnya mereka siap untuk menyediakan bahan
mentah pembuatan sabun seperti minyak
zaitun. Orang Inggris mulai membuat sabun pada abad ke 12. Pada tahun 1622 bisnis sabun menjadi sangat pesat, hingga Raja James I mengabulkan monopoli kepada pembuat sabun sebesar $100.000 pertahun. Memasuki abad ke-19, pajak sabun adalah yang tertinggi, sehingga sabun menjadi barang mewah di beberapa negara. Ketika pajak dihapuskan, sabun
menjadi barang yang tersedia untuk orang biasa, dan
standar kebersihan juga meningkat.
Pembuatan sabun
komersial di Amerika dimulai pada tahun 1608 dengan datangnya beberapa pembuat
sabun di kapal kedua dari Inggris untuk mencapai Jamestown, Virginia. Bagaimanapun,
untuk beberapa tahun pembuatan sabun pada dasarnya menjadi pekerjaan rumah tangga.
Di Zaman Modern atau Zaman Sekarang
Bahan dasar kimia dari manufaktur sabun masih sama sampai tahun 1916, ketika deterjen sintetik pertama berkembang di Jerman pada Perang Dunia I berkaitan dengan berkurangnya lemak untuk membuat sabun. Sekarang diketahui bahwa deterjen sintetis adalah pembersih non-sabun. Penjelajahan dari deterjen dilakukan untuk memenuhi kebutuhan alat
kebersihan, tidak seperti sabun, deterjen tidak dikombinasi dengan garam
mineral di air untuk membentuk sesuatu yang tidak dapat dipecahkan yang
diketahui itu adalah busa sabun.
Produksi deterjen rumah tangga di Amerika Serikat dimulai di awal tahun
1930-an, tetapi tidak sampai akhir Perang Dunia II. Ketika Perang Dunia berhenti, persediaan lemak dan minyak juga merupakan kebutuhan militer yang
digunakan untuk alat kebersihan ketika bekerja di air laut.
Deterjen pertama
digunakan untuk mencuci piring dan mencuci baju dari bahan yang lembut. Perkembangan detergen untuk mencuci baju serba guna sudah populer pada tahun 1946, ketika deterjen (berisi surfaktan/kombinasi pembangun) dikenalkan di Amerika Serikat. Surfaktan adalah produk deterjen bahan
pembersih dasar, adanya surfaktan membantu deterjen untuk bekerja lebih
efisien.
Di tahun 1953, penjualan deterjen di negara ini lebih meningkat dari sabun. Kini, detergen dapat digunakan untuk menggantikan sabun untuk mencuci
baju, mencuci piring dan pembersih rumah tangga. Deterjen (sendiri atau berkombinasi dengan sabun) banyak digunakan dalam bentuk batang dan cair
sebagai pembersih badan.
Sejak prestasi di deterjen dan bahan kimia meningkat, aktivitas produk
baru memiliki lanjutan yang berfokus pada pembuatan produk pembersih
praktis dan mudah untuk digunakan, yang aman bagi
konsumen dan lingkungan.
B.
TUJUAN
1.
Untuk mengenal sabun
2.
Untuk mengetahui macam-macam sabun
3.
Untuk mengetahui bahan baku utama pembuatan sabun
4.
Untuk mengetahui bahan baku pendukung pembuatan
sabun
5.
Untuk mengetahui karakteristik memilih bahan baku
sabun
6.
Untuk mengetahui sifat-sifat sabun
7.
Untuk mengetahui metoda-metoda pembuatan sabun
8.
Untuk mengetahui reaksi saponifkasi
9.
Untuk mengetahui pembuatan sabun dalam industri
10. Untuk mengetahui dampak
dari pemakaian sabun
11. Untuk mengetahui manfaat
limbah sabun
C.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa itu sabun?
2.
Apa saja macam-macam sabun?
3.
Apa saja bahan baku utama pembuatan sabun?
4.
Apa saja bahan baku pendukung pembuatan sabun?
5.
Bagaimana karakteristik memilih bahan baku sabun?
6.
Apa saja sifat-sifat sabun?
7.
Bagaimana metoda-metoda pembuatan sabun?
8.
Apa itu reaksi saponifkasi?
9.
Bagaimana pembuatan sabun dalam industri?
10. Apa saja dampak dari
pemakaian sabun?
11. Apa saja manfaat limbah
sabun?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. PENGENALAN
SABUN
Sabun merupakan bahan logam alkali dengan rantai asam monocarboxylic
yang panjang. Larutan alkali yang digunakan dalam pembuatan sabun bergantung
pada jenis sabun tersebut. Larutan alkali yang biasa
digunakan pada sabun keras adalah
Natrium Hidroksida (NaoH) dan alkali yang biasa digunakan pada sabun
lunak adalah Kalium Hidroksida (KOH).
Sabun berfungsi untuk mengemulsi kotoran-kotoran berupa minyak ataupun
zat pengotor lainnya. Sabun dibuat melalui proses saponifikasi
lemak minyak dengan larutan alkali membebaskan gliserol.
Lemak minyak yang digunakan dapat berupa lemak hewani,
minyak nabati, lilin, ataupun minyak ikan laut.
Pada saat ini teknologi sabun telah berkembang pesat. Sabun dengan
jenis dan bentuk yang bervariasi dapat diperoleh dengan
mudah dipasaran seperti sabun mandi, sabun cuci baik
untuk pakaian maupun untuk perkakas rumah tangga, hingga sabun yang digunakan dalam industri.
Kandungan zat zat yang terdapat pada sabun juga bervariasi sesuai
dengan sifat dan jenis sabun. Zat zat tersebut dapat
menimbulkan efek baik yang menguntungkan maupun yang
merugikan. Oleh karena itu, konsumen perlu memperhatikan
kualitas sabun dengan teliti sebelum membeli dan menggunakannya.
Pada pembuatan sabun, bahan dasar yang
biasa digunakan adalah : C12 – C18
Jika : < C 12 :
Iritasi pada kulit
> C20 : Kurang larut (digunakan sebagai campuran)
Sabun murni terdiri
dari 95% sabun aktif dan sisanya adalah air, gliserin, garam dan impurity lainnya. Semua minyak atau
lemak pada dasarnya dapat digunakan untuk membuat sabun. Lemak dan minyak
nabati merupakan dua tipe ester. Lemak merupakan campuran ester yang dibuat
dari alcohol dan asam karboksilat seperti asam stearat, asam oleat dan asam
palmitat. Lemak padat mengandung ester dari gliserol dan asam palmitat,
sedangkan minyak, seperti minyak zaitun mengandung ester dari gliserol asam
oleat.
Sabun adalah salah
satu senyawa kimia tertua yang pernah dikenal. Sabun sendiri tidak pernah
secara aktual ditemukan, namun berasal dari pengembangan campuran antara
senyawa alkali dan lemak/minyak.
Bahan pembuatan sabun terdiri dari dua jenis, yaitu bahan baku dan
bahan pendukung. Bahan baku dalam pembuatan sabun adalah
minyak atau lemak dan senyawa alkali (basa). Bahan
pendukung dalam pembuatan sabun digunakan untuk menambah
kualitas produk sabun, baik dari nilai guna maupun dari daya tarik. Bahan
pendukung yang umum dipakai dalam proses pembuatan sabun di
antaranya natrium klorida, natrium karbonat, natrium
fosfat, parfum, dan pewarna.
B.
MACAM-MACAM SABUN
Macam-macam Sabun:
a. Shaving Cream
Shaving Cream
disebut juga dengan sabun Kalium. Bahan dasarnya adalah campuran minyak kelapa
dengan asam stearat dengan perbandingan 2:1.
b. Sabun Cair
Sabun cair dibuat
melalui proses saponifikasi dengan menggunakan minyak jarak serta menggunakan
alkali (KOH). Untuk meningkatkan kejernihan sabun, dapat ditambahkan gliserin
atau alcohol.
c. Sabun kesehatan
Sabun kesehatan pada
dasarnya merupakan sabun mandi dengan kadar parfum yang rendah, tetapi
mengandung bahan-bahan antiseptic dan bebas dari bakteri adiktif. Bahan-bahan
yang digunakan dalam sabun ini adalah tri-salisil anilida, tri-klor
carbanilyda, irgassan Dp300 dan sulfur.
d. Sabun Chip
Pembutan sabun chip
tergantung pada tujuan konsumen di dalam menggunakan
sabun yaitu sebagai sabun cuci atau sabun mandi dengan beberapa pilihan
komposisi tertentu. Sabun chip dapat dibuat dengan berbagai cara yaitu melalui
pengeringan, atau menggiling atau menghancurkan sabun yang berbentuk batangan.
e. Sabun Bubuk untuk mecuci
Sabun bubuk dapat
diproduksi melalui dry-mixing. Sabun bubuk mengandung
bermacam-macam komponen seperti sabun, sodasah, sodium metaksilat, sodium
karbonat, sodium sulfat, dan lain-lain.
Berdasarkan ion yang dikandungnya,
sabun dibedakan atas :
1)
Kationik Sabun
Sabun yang memiliki kutub positif di sebut sebagai kationik detergen. Sebagai tambahan selain adalah bahan pencuci yang bersih, sabun ini mengandung sifat antikuman yang membuatnya banyak digunakan pada rumah sakit. Kebanyakan sabun jenis ini adalah
turunan dari ammonia.
2)
Anionik Sabun
Sabun jenis ini adalah merupakan sabun yang memiliki
gugus ion negatif.
3)
Netral atau Non Ionik Sabun
Nonionik sabun banyak
digunakan untuk keprluan pencucian piring. Karena sabun jenis ini tidak
memiliki adanya gugus ion apapun, sabun jenis ini tidak beraksi dengan ion yang
terdapat dalam air sadah. Nonionic sabun kurang mengeluarkan busa dibandingkan
dengan ionic sabun.
C.
BAHAN BAKU UTAMA PEMBUATAN SABUN
Lemak dan minyak yang umum digunakan dalam pembuatan sabun adalah
trigliserida dengan tiga buah asam lemak yang tidak beraturan
diesterifikasi dengan gliserol. Masing masing lemak
mengandung sejumlah molekul asam lemak dengan rantai
karbon panjang antara C12 (asam laurik) hingga C18 (asam stearat) pada lemak
jenuh dan begitu juga dengan lemak tak jenuh. Campuran
trigliserida diolah menjadi sabun melalui proses
saponifikasi dengan larutan natrium hidroksida membebaskan gliserol. Sifat sifat sabun yang dihasilkan ditentukan oleh jumlah dan
komposisi dari komponen asam asam lemak yang digunakan.
Komposisi asam lemak yang sesuai dalam pembuatan sabun
dibatasi panjang rantai dan tingkat kejenuhan. Pada umumnya,
panjang rantai yang kurang dari 12 atom karbon dihindari penggunaanya karena dapat membuat iritasi pada kulit, sebaliknya panjang rantai
yang lebih dari 18 atom karbon membentuk sabun yang sukar
larut dan sulit menimbulkan busa. Terlalu besar bagian
asam asam lemak tak jenuh menghasilkan sabun yang mudah teroksidasi bila terkena udara. Alasan di atas, faktor ekonomis, dan daya jual
menyebabkan lemak dan minyak yang dibuat menjadi sabun terbatas.
Asam lemak tak jenuh memiliki ikatan rangkap sehingga titik lelehnya
lebih rendah daripada asam lemak jenuh yang tak memiliki
ikatan rangkap, sehingga sabun yang dihasilkan juga akan
lebih lembek dan mudah meleleh pada temperatur tinggi.
Jenis-jenis Minyak atau Lemak :
Jumlah minyak atau
lemak yang digunakan dalam proses pembuatan sabun harus dibatasi karena
berbagai alasan, seperti: kelayakan ekonomi, spesifikasi produk (sabun tidak
mudah teroksidasi, mudah berbusa, dan mudah larut), dan lain-lain. Beberapa
jenis minyak atau lemak yang biasa dipakai dalam proses pembuatan sabun di
antaranya :
a. Tallow. Tallow adalah lemak sapi atau domba yang dihasilkan oleh
industri pengolahan daging sebagai hasil samping. Kualitas dari tallow
ditentukan dari warna, titer (temperatur solidifikasi dari asam lemak),
kandungan FFA, bilangan saponifikasi, dan bilangan iodin. Tallow dengan
kualitas baik biasanya digunakan dalam pembuatan sabun mandi dan tallow dengan
kualitas rendah digunakan dalam pembuatan sabun cuci. Oleat dan stearat adalah
asam lemak yang paling banyak terdapat dalam tallow. Jumlah FFA dari tallow
berkisar antara 0,75-7,0 %. Titer pada tallow umumnya di atas 40°C. Tallow
dengan titer di bawah 40°C dikenal dengan nama grease.
b. Lard. Lard merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung asam
lemak tak jenuh seperti oleat (60 - 65%) dan asam lemak
jenuh seperti stearat (35 - 40%). Jika
digunakan sebagai pengganti tallow, lard harus dihidrogenasi parsial terlebih
dahulu untuk mengurangi ketidakjenuhannya. Sabun yang dihasilkan dari lard
berwarna putih dan mudah berbusa.
c. Palm Oil (minyak kelapa sawit). Minyak kelapa sawit umumnya
digunakan sebagai pengganti tallow. Minyak kelapa sawit dapat diperoleh dari
pemasakan buah kelapa sawit. Minyak kelapa sawit berwarna jingga kemerahan
karena adanya kandungan zat warna karotenoid sehingga jika akan digunakan
sebagai bahan baku pembuatan sabun harus dipucatkan terlebih dahulu. Sabun yang
terbuat dari 100% minyak kelapa sawit akan bersifat keras dan sulit berbusa.
Maka dari itu, jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun, minyak
kelapa sawit harus dicampur dengan bahan lainnya.
d. Coconut Oil (minyak kelapa). Minyak kelapa merupakan minyak nabati
yang sering digunakan dalam industri pembuatan sabun. Minyak kelapa berwarna
kuning pucat dan diperoleh melalui ekstraksi daging buah yang dikeringkan
(kopra). Minyak kelapa memiliki kandungan asam lemak jenuh yang tinggi,
terutama asam laurat, sehingga minyak kelapa tahan terhadap oksidasi yang
menimbulkan bau tengik. Minyak kelapa juga memiliki kandungan asam lemak
kaproat, kaprilat, dan kaprat.
e. Palm Kernel Oil (minyak inti kelapa sawit). Minyak inti kelapa
sawit diperoleh dari biji kelapa sawit. Minyak inti sawit memiliki kandungan
asam lemak yang mirip dengan minyak kelapa sehingga dapat digunakan sebagai
pengganti minyak kelapa. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak tak jenuh
lebih tinggi dan asam lemak rantai pendek lebih rendah dari pada minyak kelapa.
f. Palm Oil Stearine (minyak sawit stearin). Minyak sawit stearin
adalah minyak yang dihasilkan dari ekstraksi asam-asam lemak dari minyak sawit
dengan pelarut aseton dan heksana. Kandungan asam lemak terbesar dalam minyak
ini adalah stearin.
g. Marine Oil. Marine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan
laut. Marine oil memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang cukup tinggi,
sehingga harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai
bahan baku.
h. Castor Oil (minyak jarak). Minyak ini berasal dari biji pohon jarak
dan digunakan untuk membuat sabun transparan.
i. Olive oil (minyak zaitun). Minyak zaitun berasal dari ekstraksi
buah zaitun. Minyak zaitun dengan kualitas tinggi memiliki warna kekuningan.
Sabun yang berasal dari minyak zaitun memiliki sifat yang keras tapi lembut
bagi kulit.
j. Campuran minyak dan lemak. Industri pembuat sabun umumnya membuat
sabun yang berasal dari campuran minyak dan lemak yang berbeda. Minyak kelapa
sering dicampur dengan tallow karena memiliki sifat yang saling melengkapi.
Minyak kelapa memiliki kandungan asam laurat dan miristat yang tinggi dan dapat
membuat sabun mudah larut dan berbusa. Kandungan stearat dan dan palmitat yang
tinggi dari tallow akan memperkeras struktur sabun.
Bahan Baku Utama : Alkali
Jenis alkali yang
umum digunakan dalam proses saponifikasi adalah NaOH, KOH, Na2CO3,
NH4OH, dan ethanolamines. NaOH, atau yang biasa dikenal dengan soda kaustik
dalam industri sabun, merupakan alkali yang paling banyak digunakan dalam
pembuatan sabun keras. KOH banyak digunakan dalam pembuatan sabun cair karena
sifatnya yang mudah larut dalam air. Na2CO3 (abu
soda/natrium karbonat) merupakan alkali yang murah dan dapat menyabunkan asam
lemak, tetapi tidak dapat menyabunkan trigliserida (minyak atau lemak).
Ethanolamines merupakan golongan senyawa amin alkohol. Senyawa
tersebut dapat digunakan
untuk membuat sabun dari asam lemak. Sabun yang dihasilkan sangat mudah larut dalam air, mudah
berbusa, dan mampu menurunkan kesadahan air.
Sabun yang terbuat dari ethanolamines dan minyak kelapa menunjukkan
sifat mudah berbusa tetapi sabun tersebut lebih umum
digunakan sebagai sabun industri dan deterjen, bukan sebagai
sabun rumah tangga. Pencampuran alkali yang berbeda sering
dilakukan oleh industri sabun dengan tujuan untuk mendapatkan sabun dengan
keunggulan tertentu.
D.
BAHAN BAKU PENDUKUNG PEMBUATAN SABUN
Bahan baku pendukung
digunakan untuk membantu proses penyempurnaan sabun hasil saponifikasi
(pegendapan sabun dan pengambilan gliserin) sampai sabun menjadi produk yang
siap dipasarkan. Bahan-bahan tersebut adalah NaCl (garam) dan bahan-bahan
aditif.
a.
NaCl
NaCl merupakan
komponen kunci dalam proses pembuatan sabun. Kandungan NaCl pada produk akhir
sangat kecil karena kandungan NaCl yang terlalu tinggi di dalam sabun dapat
memperkeras struktur sabun. NaCl yang digunakan umumnya berbentuk air garam
(brine) atau padatan (kristal). NaCl digunakan untuk memisahkan produk sabun
dan gliserin. Gliserin tidak mengalami pengendapan dalam brine karena
kelarutannya yang tinggi, sedangkan sabun akan mengendap. NaCl harus bebas dari
besi, kalsium, dan magnesium agar diperoleh sabun yang berkualitas.
b.
Bahan Aditif
Bahan aditif
merupakan bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam sabun yang bertujuan untuk
mempertinggi kualitas produk sabun sehingga menarik konsumen. Bahan-bahan
aditif tersebut antara lain : Builders, Fillers inert, Anti oksidan, Pewarna,
dan parfum.
1.
Builders (Bahan Penguat)
Builders digunakan
untuk melunakkan air sadah dengan cara mengikat mineral mineral yang terlarut
pada air, sehingga bahan bahan lain yang berfungsi untuk mengikat lemak dan
membasahi permukaan dapat berkonsentrasi pada fungsi utamanya. Builder juga
membantu menciptakan kondisi keasaman yang tepat agar proses pembersihan dapat
berlangsung lebih baik serta membantu mendispersikan dan mensuspensikan kotoran
yang telah lepas. Yang sering digunakan sebagai builder adalah senyawa senyawa
kompleks fosfat, natrium sitrat, natrium karbonat, natrium silikat atau zeolit.
2.
Fillers Inert (Bahan Pengisi)
Bahan ini berfungsi
sebagai pengisi dari seluruh campuran bahan baku. Pemberian bahan ini berguna
untuk memperbanyak atau memperbesar volume. Keberadaan bahan ini dalam campuran
bahan baku sabun semata mata ditinjau dari aspek ekonomis. Pada umumnya,
sebagai bahan pengisi sabun digunakan sodium sulfat. Bahan lain yang sering
digunakan sebagai bahan pengisi, yaitu tetra sodium pyrophosphate dan sodium
sitrat. Bahan pengisi ini berwarna putih, berbentuk bubuk, dan mudah larut
dalam air.
3.
Pewarna
Bahan ini berfungsi
untuk memberikan warna kepada sabun. Ini ditujukan agar memberikan efek yang
menarik bagi konsumen untuk mencoba sabun ataupun membeli sabun dengan warna
yang menarik. Biasanya warna warna sabun itu terdiri dari warna merah, putih,
hijau maupun orange.
4.
Parfum
Parfum termasuk
bahan pendukung. Keberadaaan parfum memegang peranan besar dalam hal keterkaitan
konsumen akan produk sabun. Artinya, walaupun secara kualitas sabun yang
ditawarkan bagus, tetapi bila salah memberi parfum akan berakibat fatal dalam
penjualannya. Parfum untuk sabun berbentuk cairan berwarna kekuning kuningan
dengan berat jenis 0,9. Dalam perhitungan, berat parfum dalam gram (g) dapat
dikonversikan ke mililiter. Sebagai patokan 1 g parfum = 1,1ml. Pada dasarnya,
jenis parfum untuk sabun dapat dibagi ke dalam dua jenis, yaitu parfum umum dan
parfum ekslusif. Parfum umum mempunyai aroma yang sudah dikenal umum di
masyarakat seperti aroma mawar dan aroma kenanga. Pada umumnya, produsen sabun
menggunakan jenis parfum yang ekslusif. Artinya, aroma dari parfum tersebut
sangat khas dan tidak ada produsen lain yang menggunakannya. Kekhasan parfum
ekslusif ini diimbangi dengan harganya yang lebih mahal dari jenis parfum umum.
Beberapa nama parfum yang digunakan dalam pembuatan sabun diantaranya bouquct deep water, alpine, dan spring flower.
E.
KARAKTERISTIK
MEMILIH BAHAN BAKU SABUN
Ada beberapa
karaktersitik yang perlu diperhatikan dalam memilih bahan dasar sabun antara
lain:
·
Warna
Lemak dan minyak
yang berwarna terang merupakan minyak yang bagus untuk digunakan sebagai bahan
pembuatan sabun.
·
Angka Saponifikasi
Angka Saponifikasi
adalah angka yang terdapat pada milligram kalim hidroksida
yang digunakan dalam proses saponifikasi sempurna pada satu gram
minyak. Angka saponifikasi digunakan untuk menghitung alkali yang dibutuhkan
dalam saponifikasi secara sempurna pada lemak atau minyak.
·
Bilangan Iod
Bilangan iod
digunakan untuk menghitung ketidak jenuhan minyak atau lemak, semakin besar angka iod, maka asam lemak
tersebut semakin tidak jenuh. Dalam pencampurannya, bilangan iod menjadi sangat
penting yaitu untuk mengidentifikasi ketahanan sabun pada suhu tertentu.
F. SIFAT-SIFAT SABUN
Sabun memiliki beberapa sifat,
diantaranya :
a. Sabun adalah
garam alkali dari asam lemak suku tinggi sehingga akan dihidrolisis parsial
oleh air. Karena itu larutan sabun dalam air bersifat basa.
CH3(CH2)16COONa
+ H2O CH3(CH2)16COOH +
OH-
b. Jika larutan sabun dalam air diaduk, maka akan
menghasilkan buih, peristiwa ini tidak akan terjadi pada air sadah. Dalam hal
ini sabun dapat menghasilkan buih setelah garam-garam Mg atau Ca dalam air
mengendap.
CH3(CH2)16COONa
+ CaSO4 Na2SO4
+ Ca(CH3(CH2)16COO)2
c. Sabun mempunyai sifat membersihkan.
Sifat ini disebabkan proses kimia koloid, sabun (garam natrium dari asam lemak)
digunakan untuk mencuci kotoran yang bersifat polar maupun non polar, karena
sabun mempunyai gugus polar dan non polar. Molekul sabun mempunyai rantai
hydrogen CH3(CH2)16 yang bertindak sebagai ekor yang
bersifat hidrofobik (tidak suka air) dan larut dalam zat organic sedangkan
COONa+ sebagai kepala yang bersifat hidrofilik (suka air) dan larut
dalam air.
Non polar : CH3(CH2)16
(larut dalam minyak, hidrofobik dan juga memisahkan kotoran non polar)
Polar : COONa+ (larut
dalam air, hidrofilik dan juga memisahkan kotoran polar)
Proses penghilangan kotoran:
·
Sabun didalam air menghasilkan busa
yang akan menurunkan tegangan permukaan sehingga air kain sehingga kain menjadi bersih. Meresap lebih cepat
ke permukaan kain.
·
Molekul sabun akan mengelilingi
kotoran dengan ekornya dan mengikat molekul kotoran. Proses ini disebut
emulsifikasi karena antara molekul kotoran dan molekul sabun membentuk suatu
emulsi.
·
Sedangkan bagian kepala molekul sabun
didalam air pada saat pembilasan menarik molekul kotoran keluar dari kain sehingga
kain menjadi bersih.
G.
METODA-METODA PEMBUATAN SABUN
Pada proses
pembuatan sabun ini digunakan metode metode untuk menghasilkan sabun yang
berkualitas dan bagus. Untuk menghasilkan sabun itu digunakanlah metode metode,
yang mana metode metode ini memiliki kelebihan kelebihan dan kekurangannya
masing masing.
a.
Metode Batch
Pada proses batch,
lemak atau minyak dipanaskan dengan alkali (NaOH atau KOH) berlebih dalam
sebuah ketel. Jika penyabunan telah selesai, garam garam ditambahkan untuk
mengendapkan sabun. Lapisan air yang mengaundung garam, gliserol dan kelebihan
alkali dikeluarkan dan gliserol diperoleh lagi dari proses penyulingan. Endapan
sabun gubal yang bercampur dengan garam, alkali dan gliserol kemudian
dimurnikan dengan air dan diendapkan dengan garam berkali-kali. Akhirnya
endapan direbus dengan air secukupnya untuk mendapatkan campuran halus yang
lama-kelamaan membentuk lapisan yang homogen dan mengapung. Sabun ini dapat
dijual langsung tanpa pengolahan lebih lanjut, yaitu sebagai sabun industri
yang murah. Beberapa bahan pengisi ditambahkan, seperti pasir atau batu apung
dalam pembuatan sabun gosok. Beberapa perlakuan diperlukan untuk mengubah sabun
gubal menjadi sabun mandi, sabun bubuk, sabun obat, sabun wangi, sabun cuci,
sabun cair dan sabun apung (dengan melarutkan udara di dalamnya).
b.
Metoda Kontinu
Metoda kontinu biasa
dilakukan pada zaman sekarang, lemak atau minyak hidrolisis dengan air pada
suhu dan tekanan tinggi, dibantu dengan katalis seperti sabun seng. Lemak atau
minyak dimasukkan secara kontinu dari salah satu ujung reaktor besar. Asam
lemak dan gliserol yang terbentuk dikeluarkan dari ujung yang berlawanan dengan
cara penyulingan. Asam-asam ini kemudian dinetralkan dengan alkali untuk
menjadi sabun.
H.
REAKSI SAPONIFIKASI
Kata saponifikasi
atau saponify berarti membuat sabun (Latin sapon = sabun dan –fy adalah akhiran
yang berarti membuat). Bangsa Romawi kuno mulai membuat sabun sejak 2300 tahun
yang lalu dengan memanaskan campuran lemak hewan dengan abu kayu. Pada abad 16
dan 17 di Eropa sabun hanya digunakan dalam bidang pengobatan. Barulah
menjelang abad 19 penggunaan sabun meluas.
Reaksi
pembuatan sabun adalah sebagai berikut :
Seperti yang kita
ketahui, air adalah substansi kimia dengan rumus kimia H2O, yaitu
molekul yang tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada
satu atom oksigen. Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau
pada kondisi standar, yaitu pada tekanan 100 kPa (1 bar) dan temperatur 273,15 K (0 °C). Air sering disebut sebagai pelarut universal
karena air melarutkan banyak zat kimia. Kelarutan suatu zat dalam air
ditentukan oleh dapat tidaknya zat tersebut menanding kekuatan gaya tarik-menarik listrik (gaya intermolekul dipol-dipol) antara
molekul- molekul air.
I.
PEMBUATAN SABUN DALAM INDUSTRI
1. Saponifikasi Lemak Netral
Pada proses
saponifikasi trigliserida dengan suatu alkali, kedua reaktan tidak mudah
bercampur. Reaksi saponifikasi dapat mengkatalisis dengan sendirinya pada
kondisi tertentu dimana pembentukan produk sabun mempengaruhi proses emulsi
kedua reaktan tadi, menyebabkan suatu percepatan pada kecepatan reaksi. Jumlah
alkali yang dibutuhkan untuk mengubah paduan trigliserida menjadi sabun dapat
dihitung berdasarkan persamaan berikut :
Trigliserida + 3NaOH 3RCOONa+Gliserin
NaOH = [SV x
0,000713] x 100/ NaOH (%) [SV / 1000] x [MV (NaOH)/
MV(KOH)
Dimana SV adalah angka penyabunan dan MV adalah berat molekul
Komponen penting
pada sistem ini mencakup pompa berpotongan untuk memasukkan kuantitas komponen
reaksi yang benar ke dalam reaktor autoclave, yangt beroperasi pada temperatur
dan tekanan yang sesuai dengan kondisi reaksi. Campuran saponifikasi
disirkulasi kembali dengan autoclave. Temperatur campuran tersebut diturunkan
pada mixer pendingin, kemudian dipompakan ke separator statis untuk memisahkan
sabun yang tidak tercuci dengan larutan alkali yang digunakan. Sabun tersebut
kemudian dicuci dengan larutan alkali pencuci dikolam pencuci untuk memisahkan
gliserin (sebagai larutan alkali yang digunakan) dari sabun. Separator sentrifusi
memisahkan sisa sisa larutan alkali dari sabun. Sabun murni (60-63 % TFM)
dinetralisasi dan dialirkan ke vakum spray dryer untuk menghasilkan sabun dalam
bentuk butiran (78-83 % TFM) yang siap untuk diproses menjadi
produk akhir.
2. Pengeringan Sabun
Sabun banyak
diperoleh setelah penyelesaian saponifikasi (sabun murni) yang umumnya
dikeringkan dengan vakum spray dryer. Kandungan air pada sabun dikurangi dari
30-35% pada sabun murni menjadi 8-18% pada sabun butiran atau lempengan. Jenis
jenis vakumspray dryer, dari sistem tunggal hingga multi sistem, semuanya dapat
digunakan pada berbagai proses pembuatan sabun. Operasi vakum spray dryer
sistem tunggal meliputi pemompaan sabun murni melalui pipa heat exchanger dimana sabun dipanaskan dengan uap yang mengalir
pada bagian luar pipa.
Sabun yang sudah
dikeringkan dan didinginkan tersimpan pada dinding ruang vakum dan dipindahkan
dengan alat pengerik sehingga jatuh di plodder, yang mengubah sabun ke bentuk
lonjong panjang atau butiran. Dryer mulai memperkenalkan proses pengeringan
sabun yang lebih luas dan lebih efisien dari pada dryer sistem tunggal.
3. Netralisasi Asam
Lemak
Reaksi asam basa
antara asam dengan alkali untuk menghasilkan sabun berlangsung lebih cepat
daripada reaksi trigliserida dengan alkali.
RCOOH + NaOH RCOONa + H2O
Jumlah alkali (NaOH) yang dibutuhkan
untuk menetralisasi suatu paduan asam lemak dapat dihitung sebagai berikut :
NaOH = {berat asam
lemak x 40) / MW asam lemak
Berat molekul rata rata suatu paduan
asam lemak dapat dihitung dengan persamaan :
MW asam lemak = 56,1
x 1000/ AV
Dimana AV (angka asam asam lemak
paduan) = mg KOH yang dibutuhkan untuk menetralisasi 1 gram asam lemak.
Operasi sistem ini
meliputi pemompaan reaktan melalui pemanasan terlebih dihulu menuju
turbodisperser dimana interaksi reaktan reaktan tersebut mengawali pembentukan
sabun murni. Sabun tersebut, yang direaksikan sebagian pada tahap ini, kemudian
dialirkan ke mixer dimana sabun tersebut disirkulasi kembali hingga netralisasi
selesai. Penyelesaian proses netralisasi ditentukan oleh suatu pengukuran
potensial elektrik (mV) alkalinitas. Sabun murni kemudian dikeringkan dengan
vakum spray dryer untuk menghasilkan sabun butiran yang siap untuk diolah
menjadi sabun batangan.
4.
Penyempurnaan Sabun
Dalam pembuatan
produk sabun batangan, sabun butiran dicampurkan dengan zat pewarna, parfum,
dan zat aditif lainnya kedalam ixer (analgamator).
Campuran sabun ini kemudian diteruskan untuk digiling untuk mengubah campuran
tersebur menjadi suatu produk yang homogen. Produk tersebut kemudian
dilanjutkan ke tahap pemotongan. Sebuah alat pemotong dengan mata pisau
memotong sabun tersebut menjadi potongan potongan terpisah yang dicetak melalui
proses penekanan menjadi sabun batangan sesuai dengan ukuran dan bentuk yang
diinginkan. Proses pembungkusan, pengemasan, dan penyusunan sabun batangan
merupakan tahap akhir.
J.
DAMPAK DARI PEMAKAIAN SABUN
a.
Pengaruh
Sabun terhadap Kesehatan Kulit
Sabun adalah bagian yang tak
terpisahkan dari kehidupan kita sehari-hari. Kesehatan kulit sangat bergantung
pada pilihan produk sabun yang kita pilih. Semakin basa suatu sabun semakin
buruk efeknya pada kulit.
Kulit adalah
pertahanan pertama melawan seluruh elemen dari luar tubuh, seperti
mikroorganisme, angin dan polutan. Di permukaan kulit terdapat struktur mantel
asam. Mantel asam adalah lapisan film yang bersifat asam di permukaan kulit
yang berfungsi melindungi kulit. Lapisan ini memegang peranan penting sebagai
bagian integral dari fungsi perlindungan stratum korneum.
Membersihkan
kulit dengan sabun atau detergen dapat menyebabkan hilangnya mantel asam.
Pencucian berulang-ulang mengubah stratum korneum dan fungsi
perlindungan, termasuk pH kulit. Jika mantel asam menjadi rusak, atau hilang
keasamannya, kulit menjadi lebih rentan rusak dan infeksi.
b.
Pengaruh Sabun
Bayi pada Kulit Orang Dewasa
Sabun
bayi adalah produk yang diciptakan manusia sebagai salah satu pelindung bagi
kulit-kulit dengan kadar pH tubuh yang condong ke arah basa (pH = 7). Dan
pada kulit-kulit bayi dan anak-anak memang condong pH bersifat basa. Pada
kulit-kulit yang sangat sensitif seperti berjerawat dan lainnya, dianjurkan
memang menggunakan pembersih atau sabun yang bersifat seperti ini. Tetapi bila
kulit tidak mengalami kelainan atau sejenisnya, sebaiknya kita menggunakan sabun-sabun yang telah
biasa kita gunakan sehari-hari.
c. Pengaruh Sabun terhadap Lingkungan
Sabun yang masuk ke dalam
buangan air atau suatu sistem akuatik biasanya langsung terendap sebagai garam
– garam kalsium dan magnesium. Oleh karena itu beberapa pengaruh dari sabun
dalam larutan mungkin dapat dihilangkan. Akibatnya dengan biodegradasi, sabun
secara sempurna dapat dihilangkan dari lingkungan.
Formula yang perlu dihindari
dari sebatang sabun
:
·
Sodium Hydroxide & Alkaline, menyebabkan
kulit teriritasi dan kering.
·
Anti bacterial formula, hanya
membersihkan bagian luar tapi tidak mematikan kuman dan bakteri yang ada pada
jerawat.
·
Lemak hewani, mengakibatkan
jerawat.
·
PH di atas 7, meningkatkan keberadaan
Propionobacteria yaitu bakteri penyebab jerawat.
·
SLS dalam jumlah 2% hingga 5% dapat menyebabkan
iritasi atau menimbulkan reaksi sensitisasi pada banyak orang.
K. MANFAAT
LIMBAH SABUN
a. Limbah
Sabun untuk Membuat Kertas Daur Ulang Wangi
Kertas daur ulang sudah tidak asing
lagi digunakan sebagai hasil karya seni seperti kartu undangan dan kotak
pembungkus kado. Untuk memunculkan aroma tersebut, mereka ternyata menggunakan
bahan dasar dari limbah sabun atau shampo yang biasa kita gunakan sehari hari. Kita juga bisa
mendapatkan limbah yang telah dipadatkan dari pabrik pembuat sabun. Cara untuk
membuat kertas daur ulang wangi tersebut cukup mudah dan bisa dilakukan di
rumah. Semua jenis kertas bisa diolah
kembali seperti kertas koran atau bekas tugas sekolah. Kertas kemudian dirobek
dengan ukuran sekitar satu sampai dua sentimeter persegi dan direndam selama sehari. Kertas yang direndam tersebut kemudian
dicampurkan dengan limbah sabun yang kita dapatkan. Kertas kemudian di-blender
sampai berupa bubur dan dicampur dengan lem kayu. Lem ini berfungsi untuk
merekatkan struktur bubur kertas. Setelah itu adonan kemudian dicetak dengan
menggunakan alat sablon. Adonan kemudian ditutup dengan kain goni dan disaring
air yang tersisa. Setelah itu, kertas pun dikeringkan di bawah sinar matahari
selama setengah hari. Daur ulang kertas wangi ini bermanfaat mengurangi limbah
sabun yang tidak bisa diuraikan oleh bakteri.
b. Limbah
Sabun Diolah Menjadi Sabun Colek
Potongan-potongan
sabun batangan dapat diolah kembali menjadi sabun cuci. Potongan-potongan
tersebut dapat diperoleh dari pabrik-pabrik besar. Satu kantong plastic
potongan sabun dapat dijadikan satu ember besar sabun cair padat. Hal tersebut
dapat mengirit pengeluaran dan juga mengirit sabun, dan biasanya satu ember
tersebut dapat digunakan selama tiga bulan.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Kesimpulan yang
didapat dari makalah tentang proses pembuatan sabun ini adalah sebagai berikut
:
1.
Sabun merupakan bahan logam alkali dengan
rantai asam monocarboxylic yang panjang.
2.
Macam-macam sabun diantaranya shaving cream,
sabun cair, sabun kesehatan, sabun chip, sabun bubuk untuk mencuci. Dan
berdasarkan ion yang dikandungnya sabun dibedakan atas kationik sabun, anionik
sabun, dan non ionik sabun.
3.
Bahan baku utama pembuatan sabun adalah
minyak/ lemak dan alkali.
4.
Bahan baku pendukung pembuatan sabun adalah
NaCl atau garam dan bahan-bahan aditif.
5.
Karakteristik dalam memilih bahan dasar
sabun di antaranya warna, angka saponifikasi, dan bilangan ion.
6.
Sabun memiliki sifat basa, menghasilkan
buih, dan mempunyai sifat membersihkan.
7.
Metoda-metoda proses pembuatan sabun ada dua macam yaitu metoda batch dan metoda kontinu.
8.
Reaksi saponifikasi atau saponifi merupaka
reaksi pada pembuatan sabun.
9.
Tahap tahap proses pembuatan sabun ada
4 yaitu, saponifikasi lemak netral, pengeringan, netralisasi asam lemak, dan
penyempurnaan sabun.
10. Penggunaan sabun
yang tidak semestinya akan berdampak pada kesehatan kulit dan lingkungan.
11. Limbah sabun
memiliki manfaat di antaranya sebai bahan pembuatan kertas wangi dan bahan
sabun colek.
B.
SARAN
Demikianlah makalah
tentang proses pembuatan sabun ini dibuat, untuk mendukung ataupun untuk
memperbaiki makalah ini diperlukan saran saran yang bersifat membangun sehingga
nantinya makalah ini menjadi lebih bagus dan sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
American
Journal of Contact Dermatitis, Maret 2001, halaman 28–32European Journal of
Dermatology, September-Oktober 2001, halaman 416-419
Irdoni, hs, Nirwana, hz. 2009. Modul Kimia Organik (Praktikum). Universitas
Riau: Pekanbaru